Pawai Budaya dalam rangka perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-254 Kota Gianyar kembali menjadi tontonan yang paling dinanti masyarakat. Kegiatan yang berlangsung Kamis 17 April 2025 siang di Open Stage Balai Budaya Gianyar ini menampilkan duta seni dari tujuh kecamatan se-Kabupaten Gianyar dengan karya terbaik yang menggambarkan ciri khas budaya masing-masing wilayah.


Mengusung tema Paramaguna Kalangon, yang bermakna “martabat unggul Kabupaten Gianyar pancarkan pesona asri, indah, aman, dan nyaman,” para seniman menghadirkan pertunjukan kreatif yang menonjolkan identitas budaya lokal.


Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, yang hadir dalam acara tersebut menyampaikan apresiasinya terhadap pawai budaya yang dinilai mampu menjaga dan menampilkan kekayaan budaya Bali.


“Pawai budaya ini sangat saya apresiasi karena mengedepankan tata titi Jagat Bali yang melibatkan unsur adat, seni, dan budaya. Kabupaten Gianyar dikenal sebagai Kota Seni, dan kegiatan seperti ini memberi ruang bagi seniman untuk menunjukkan karya terbaik mereka,” ujarnya.


Bupati Gianyar, I Made Mahayastra, juga mengungkapkan kebanggaannya atas keberhasilan pelaksanaan pawai tersebut.“Pawai ini menjadi momentum untuk memperkenalkan, menyebarluaskan, serta melestarikan kekayaan seni dan budaya Kabupaten Gianyar. Harapan kami, kegiatan ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga mencerminkan keberagaman budaya daerah,” tegasnya.



Pawai budaya diawali oleh Duta Kecamatan Tegallalang yang membawakan kisah Memelang, sebuah ritual sakral tahunan di Desa Sebatu yang merupakan bentuk rasa syukur masyarakat subak atas kesuburan padi. Puncaknya, mereka menampilkan ogoh-ogoh Batan Merem dari Sekaa Teruna Cila Mekar.


Duta Kecamatan Payangan menampilkan fragmen berjudul Tirta Malung, yang mengisahkan perjalanan Rsi Markandeya ke Desa Melinggih Kelod untuk mendirikan tempat suci yang kini dikenal sebagai Pura Senetan. Penampilan ditutup dengan ogoh-ogoh Bhuta Dungulan.


Dari Kecamatan Tampaksiring, ditampilkan Tari Rejang Pependetan dan Tari Baris Bedil sebagai simbol penghormatan kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Fragmentari Asura Bhuta dan ogoh-ogoh Tulak Tunggul menjadi puncak persembahan.


Duta Kecamatan Ubud menyuguhkan tarian Legong Peliatan dan fragmen Singa Ambara Kerta, diakhiri dengan ogoh-ogoh Catur Sanak dari Sekaa Teruna Pandawa, Banjar Tarukan Mas.


Kecamatan Sukawati membawakan garapan Mekencan Kencan, yang mencerminkan rasa syukur atas kelancaran prosesi keagamaan. Pawai ditutup dengan ogoh-ogoh Sapatha Kala atau Kutukan Kala.


Duta Kecamatan Blahbatuh menampilkan kisah Saeka Shanti, tentang bersatunya sembilan sekta menjadi paham Siwa-Buddha, dengan latar Pura Samuan Tiga. Penampilan ditutup dengan ogoh-ogoh Sandikala dari Sekaa Teruna Dharma Sisula.


Sebagai penutup, Duta Kecamatan Gianyar membawakan fragmen Kancing Gelung, yang berkisah tentang perjalanan suci Dang Hyang Nirartha. Puncaknya, ogoh-ogoh Sapta Timira ditampilkan sebagai simbol kegelapan yang ditaklukkan oleh dharma.


Dengan antusiasme masyarakat yang tinggi, pawai budaya ini tak hanya menghibur, tetapi juga memperkuat jati diri dan warisan budaya Gianyar sebagai Kota Seni.

Berita ini telah diperbaharui pada Kamis, 17 April 2025 22:08 WITA